PEACE LOVE UNITY RESPECT FranKDownloaD

Rabu, 03 November 2010

Sinopsis Metamorfoblus

 Slank legenda hidup Rock Band Indonesia

SLANK adalah kendaraan mimpi lima anak muda akan PEACE, LOVE, UNITY and RESPECT untuk Indonesia, mimpi-mimpi itu mereka coba ungkapkan lewat dentum suara drum, lengking suara yang membahana serta irisan suara gitar yang menyayat…
Segala macam kondisi yang terjadi di Indonesia ini memaksa mereka untuk terus selalu bermimpi, sekarang mimpi-mimpi itu juga menjadi mimpi kaum muda Indonesia…

BATAM ( PEACE)
Supriyadi ( JOKER) seorang Polisi di Batam yang terkena virus dari lirik lagu slank juga banyak berubah sikap dan perilakunya, dari slank lah dia sekarang ini hidup jauh dari budaya kekerasan, dia merasa semuanya dapat selesai dengan bicara, senapan hanyalah seragam baginya dan damai adalah senjatanya…
Kecintaannya kepada Slank dia coba terapkan dalam kehidupan profesionalnya sebagai polisi juga dalam kehidupannya berkeluarga…

YOGYAKARTA (LOVE )
Cinta orang tua terhadap anak tak akan pernah berkurang…
Poniran (ayah seorang slankers )segala usaha akan ia tempuh untuk menjadikan anaknya sembuh dari ketergantungan terhadap drugs…
Secarik kertas berimbuh tulisan tangan dari seorang Bimbim (Slank leader) mampu merubah jalan hidup seorang Slanker dari Yogyakarta menuju kebaikan, selama tahunan dinding kecanduan akan drugs yg tegak berdiri mengukung hidupnya hancur seketika oleh tinta-tinta penuh makna…

KUPANG – TIMOR LESTE (UNITY and RESPECT )
Hari-hari bersama mereka (slankers kupang) di Kantor Imigrasi Kupang dapat terlihat usaha keras mereka mendapatkan passport. Semua itu mereka lakukan hanya untuk melepas kerinduannya akan band idola mereka serta saudara-saudara mereka yang terpisah oleh perbatasan teritorial dua negara…
Mimpi Slank dan slankers yang senada membuat konflik yang pernah terjadi antara Indonesia dan Timor Leste seperti tidak pernah terjadi …


PEACE, LOVE, UNITY and RESPECT

METAMORFOBLUS

Tidak lama lagi, akan dirilis sebuah film dokumenter yang menceritakan tentang Slank dan Slankers. Judulnya Metamorfoblus, judul yang disarankan oleh Kaka Slank pada kesempatan preview di Potlot tersebut berasal dari dua buah kata, yaitu Metamorphosis dan Blues.
Metamorphosis yang berarti perubahan disambungkan dengan kata Blues yang memiliki makna ganda, yakni blues bentuk jamak dari blue (biru) yang bisa bermakna generasi biru atau slank & slankers) dan blues sebuah aliran musik yang juga mempengaruhi musik-musik SLANK. Jadi Metamorfoblus dapat dimaknai sebagai "Perubahan yang terjadi pada generasai biru, perubahan lewat lagu-lagu blues yang dimainkan SLANK". Perubahan yang terjadi pada diri personil Slank, ditularkan melalui lirik dan lagu dan diamini oleh slankers.
Film ini mendokumentasikan bagaimana seorang slankers dari Bantul, Andi (jangan-jangan baca nih orangnya) yang sebelumnya setiap hari bersama teman-temannya memakai narkoba di rumah bapaknya, Pak Poniran, sementara Bapaknya rajin beribadah. Konflik batin keduanya bahkan nyaris berujung kepada konflik fisik hingga suatu saat , dengan semangat yang diberikan Bunda dan Bimbim melalui sepucuk surat, mampu mendorong Andi untuk berhenti mengkonsumsi narkoba dan kembali menjalin hubungan yang penuh sayang dan hormat dengan bapaknya, Pak Poniran.
Terrekam juga perjuangan slankers Kupang, yang harus mengerahkan segala daya dan upaya untuk mendapatkan paspor, agar bisa datang ke konser Slank di Dili Timor Leste, sementara sebelumya mereka mudah saja bepergian ke Dili. Juga kisah Joker, reserse di Batam yang lebih mengedepankan dialog dan damai daripada kekerasan dalam melaksanakan tugasnya.
Selebihnya, tonton langsung filmnya ya... Jangan kuatir, tidak akan hanya diputar di bioskop di Jakarta. Film ini akan hadir di kota-kota kalian dengan cara yang luar biasa.
sumber : www.slank.com

KISAH TIGA ORANG SLANKERS DALAM METAMORFOBLUS

sumber : Kompas.com

JUDUL: Metamorfoblus, SUTRADARA: Dosy Omar, PEMAIN: Kaka Slank, Bimbim Slank, Abdee Slank, Ridho Slank, dan Ivan Slank.

Grup band Slank yang digawangi Kaka (vokal), Bimbim (drum), Abdee (gitar), Ridho (gitar), dan Ivan (bas) kembali merilis sebuah film dokumentar ala Slank dengan pengambilan sudut pandang kisah tiga orang Slanker (penggemar Slank) dari tiga kota dan kisah yang berbeda.

Film dokumenter berdurasi 90 menit yang bertajuk Metamorfoblus itu diawali dengan kisah Joker Supriadi, seorang Slanker yang juga berprofesi sebagai polisi di Kepulauan Batam. Sebagai penyuka berat Slank, Joker termasuk fanatik. Ini bisa dilihat dari koleksi album dan pernak-pernik Slank yang memenuhi tempat tinggalnya.

Joker yang sehari-hari akrab dengan senjata api, lengkap dengan perawakan yang sangar, nyatanya masih bisa terlarut sambil menitikkan air mata saat Slank menyanyikan lagu Ku Tak Bisa dalam sebuah konser di Batam.

Tak hanya kisah Joker di Batam saja yang diangkat dalam film Metamorfoblus. Selanjutnya ada kisah Adi, Slanker dari Jogjakarta yang berhasil sembuh dari kecanduan narkoba begitu menerima surat spesial berupa motivasi dan pencerahan dari Bimbim dan Bunda Ifet.

Metamorfoblus juga tak luput mengangkat kisah Maksimus, Yepo, Roberto cs dari Kupang yang bersusah payah mengurus passport untuk sekadar menonton konser Slank di Dili, Timor Leste. Sejumlah konflik batin tak ketinggalan disajikan dalam kemasa dokumenter anak-anak Slanker dari Nusa Tenggara tersebut.

Film kedua Slank kali ini tetap pada konsep penampilan gambar seperti di film Generasi Biru. Dengan gambar yang seadanya, tata cahaya yang minimal, Metamorfoblus yang digarap sepanjang tur Slank di 2008 dan telah menghabiskan 200 kaset mini DV, tetap dikemas dengan pesan moral yang sangat berbobot.

Tak ayal Kaka cs tak bisa menampik bahwa dengan Metamorfoblus mereka bisa mengenal sisi lain kehidupan Slank yang belum terjamah. "Ini dokumentasi soal Slankers yang manuisawi sekali, gue melihatnya ada penggemar yang fanatis sekali. Kami hanya manggung dua jam tapi ada penggemar yang menyiapkan persiapan sampai berhari-hari," kata Bimbim usai nonton bareng Metamorfoblus di Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, Jakarta Selatan, Kamis (21/10/2010).

Sisi positif Slanker yang ditampilkan juga tak dapat dibantah oleh Kaka. "Ini banyak perubahan dari anak muda yang sembarangan jadi serius, yang tadinya ngedrugs jadi enggak, yang tadinya bebas mondar-mandir dari Kupang-Dili jadi enggak bebas," ujar Kaka.

Sesuai dengan rencana, Metamorfoblus akan ditayangkan di 10 kota besar di Indonesia, antara lain Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Jogjakarta pada awal November 2010 ini. Namun film garapan sutradara Dosy Omar ini hanya akan diputar di tempat pemutaran film alternatif seperti nonton bareng dan layar tancap.
METAMORMOBLUS : FILM SLANK UNTUK SLANKERS

Oleh Frankissme Peace;
sumber :
ANDA menonton Generasi Biru tahun lalu? Saya nonton. Di bioskop yang sama saya melihat beberapa remaja tanggung yang saya kira pengagum Slank alias Slankers.
Belum sampai dua pertiga film, kumpulan remaja tanggung Slankers keluar bioskop duluan. Ada apa ini? Masak Slankers tak tahan nonton film Slank sampai habis?
Sebetulnya, andai tidak meniatkan diri mengulas filmnya usai nonton, saya juga mungkin akan memilih keluar. Tapi, bagi pengulas film, haram tak nonton film sampai habis lalu memberi nilai.
Walau tak suka, saya tonton Generasi Biru sampai kelar.
Kritik saya pada Generasi Biru adalah bahwa Slank dan Garin Nugroho (sutradaranya) ternyata tak cocok. Dua nama besar itu malah mencipta sebuah chaos ketika kolaborasi bareng. Garin menafsir Slank macam-macam lewat lagu-lagunya yang kemudian dikoreografi ulang. Hasilnya, tak lebih dari video klip yang panjang. Ada Slank begini, Slank begitu mengikuti alunan lagu dalam tafsiran Garin. Di sini berarti, Garin menyuguhi segala simbolisme yang jadi ciri khasnya ke dalam lirik-lirik lagu Slank. Lagu-lagu Slank yang slengean, slebor, tidak canggih, tidak nyastra mendadak jadi mengawang-awang, avant garde, bercita rasa seni tinggi. Hal ini mungkin yang membuat sejumlah Slankers yang menonton bersama saya tak tahan menonton sampai habis. Mereka merasa tak sedang menonton Slank yang mereka akrabi. Mereka malah disuguhi Slank yang nyeni, meliuk menari bak suguhan teater dan tari kontemporer di Taman Ismail Marzuki yang tentu, bukan tempat yang diakrabi kaum Slankers.
Saya tak hendak mengatakan Slank tak boleh “naik kelas” jadi nyeni. Atau, saya juga tak hendak bilang daya tangkap Slankers demikian payah untuk menafsir suguhan Garin. Persoalannya semata karena Garin sendiri yang mencampur aduk berbagai lagu Slank hingga seperti suguhan sejumlah video klip yang masing-masing berdiri sendiri dan tak punya jalinan cerita yang ajeg alias enak untuk diikuti.
Meski begitu, ada bagian di Generasi Biru yang mungkin disuka Slankers. Yakni bagian dokumentasi Slank manggung dan tingkah Slankers di Batam hingga Timor Leste.
Bagian dokumenter Slank adalah hasil kerja Dosy Omar. Tapi, Generasi Biru adalah karya Garin.
Dokumenter Dosy yang lebih pas menggambarkan Slank dan Slankers harus minggir.
Saat nonton Generasi Biru, saya mengidamkan dokumenternya jadi film tersendiri. Syukurlah, sineasnya dan Slank pun berpikiran sama.
Hasilnya bisa kita saksikan kini sebagai film berjudul Metamorfoblus. Inilah jahitan gambar-gambar yang dibuang sayang dan tak muncul di Generasi Biru. Sebagai sebuah jahitan, Dosy Umar menggunakan dua jenis bahan: Slank dan Slankers.
Lewat Metamorfoblus kita melihat personel Slank sampai ke dapur mereka. Kita melihat personel Slank dari mulai bangun tidur, keseharian mereka di rumah, di mobil, manggung, dan macam-macam. Yang paling asyik buat saya adalah saat personel Slank menyanyi di kamar mandi, menyanyikan lagu “Hei Sista.” Lagu ini tak pernah muncul di album Slank manapun. Mencermati lagunya, saya teringat lagu-lagu Beatles saat band itu sedang ketagihan LSD dan terpesona pada budaya India. Aroma bebunyian khas India di lagu “Hei Sista” membawa saya pada Beatles. Dan menontonnya di sini adalah kesempatan langka yang sayang buat dilewatkan.
Selain itu, kepada kita, Slank bicara banyak hal. Terutama soal mereka yang kecanduan narkoba—sebuah topik yang sepertinya tak bisa dilepaskan dari Slank. Kita tahu, hingga awal 2000-an Slank kecanduan narkoba. Kemudian mereka memproklamirkan diri bebas dari narkoba. Yang saya sempat kaget dari film ini adalah sikapnya yang ambigu kepada narkoba. Dalam satu wawancara, Kaka dengan jujur mengatakan narkoba justru memberi kontribusi bagi kreativitas mereka. Ia memberi kredit khusus pada narkoba. Dari pergumulan Slank dengan narkoba, kata Kaka, Slank menghasilkan 9 album.
Kenyataan ini seolah hendak mengatakan narkoba, pada titik tertentu, memang ada gunanya. Bikin kreatif. Jika tak bisa mencernanya dengan jernih jangan-jangan orang malah lari ke narkoba demi kreativitas. Selain itu, ada pula saat-saat Bimbim lebih milih ngebir di ruang karaoke ketimbang pulang usai manggung. Sebagai suguhan gambar, bagian ini ciamik karena menunjukkan sineasnya mendapat keistimewaan bersama Slank setiap saat. Tapi, sebagai sebuah bagian film yang utuh, bagian ini memperlihatkan Slank yang masih akrab dengan hal-hal yang diharamkan (di luar narkoba). Jika ingin memperlihatkan Slank sebagai panutan, bagian ini justru membalikkan niatan itu.
Yang juga kurang lengkap dan ajeg dari dokumenter ini adalah sejarah Slank. Di film ini, sineasnya seolah alpa membahas kelahiran Slank dari awal. Kita langsung disuguhi Slank masa kini dengan Bimbim (drum), Kaka (vokal), Ivanka (bas), Abdee (gitar), dan Ridho (gitar). Sineasnya seperti hendak mengandaikan Slank dari dulu ya personelnya yang ada sekarang itu. Padahal, sebagai band yang sudah lebih dari 20 tahun berdiri, Slank punya sejarah panjang gonta-ganti personel. Yang paling menyita perhatian tentu saat Bimbim dan Kaka memecat Bongky, Pay dan Indra sekaligus. Ditengarai, mereka dipecat karena sudah terlalu ketagihan narkoba dan tak fokus lagi pada Slank. Jika ingin menyoroti Slank dalam kubangan naarkoba, peristiwa pemecatan itu mestinya masuk film. Tidaklah sulit mencari potongan berita soal Slank. Apalagi sineasnya dapat all access bersama Slank.
Amat disayangkan bagian sejarah Slank tak muncul barang secuil di film ini. Makna metamorfosis yang diangkat jadi judul sepertinya tidak lengkap karena kita tidak lihat bagaimana Slank bermetamorfosis dari dulu sampai sekarang.
Kendati begitu, Metamorfoblus tetaplah karya ciamik dengan segala kekurangannya itu. Inilah film dokumenter yang berhasil menyoroti Slank sebagai group band rock ‘n roll terbesar yang dipunyai negeri ini. Tak peduli sekarang sedang zamannya musik Melayu, Slank tetap yang terbesar.
Terutama bila kita mengikuti bagaimana tingkah polah Slankers di film ini. Ada sejumlah Slankers yang jadi fokus cerita film. Ada seorang polisi di Batam berambut Mohawk yang punya kartu anggota Slankers. Rumahnya dipenuhi foto dan poster Slank. Ada pula seorang Slankers korban narkoba di Yogyakarta yang pakai narkoba demi meniru Slank dan kemudian sadar berkat surart yang ditulis khusus oleh Bimbim dan Bunda Iffet (ibunda Bimbim yang juga manager Slank) untuknya. Sang ayah pemuda itu berusaha menemui Slank saat konser di kotanya untuk khusus berterimakasih. Melihat sang ayah berpeci menangis saat menonton Slank benar-benar pemandangan yang menggetarkan.
Ada pula kisah kegigihan Slankers Kupang, Nusa Tenggara Timur, yang sangat ingin menonton Slank di Dilli, Timor Leste. Mereka sampai mendadak bikin paspoor untuk bisa masuk Dilli. Di Kupang, ada 2 orang yang tak dapat paspor. Gagal di Kupang, mereka buat paspor di kota lain.
Sampai di Dilli, kita disuguhi pemandangan yang tak kalah menggetarkan. Slank begitu dipuja oleh pemuda-penuda Timor Leste. Tak ada aura permusuhan di antara dua negara yang pernah berseteru karena pisah tahun 1999 itu. Slank menjadi duta besar rock ‘n roll yang disambut lasngsung sang presiden Timor Leste Xanana Gusmao. Melihat bagaimana Slankers Kupang (Indonesia) dan Slankers Dilli (Timor Leste) bersatu penuh persahabatan sangat mengharukan.
Melihatnya seperti menonton orang-orang yang bahagia sudah menemukan “Pulau Biru” mereka bersama Slank. “Pulau yang indah bagai sorga/Manusia bijaksana hidup penuh dengan kesenangan.” ***
CATATAN: Jangan mencari film ini di bioskop umum. Sineasnya hanya akan memutarnya keliling kota di Indonesia. Dari rilis yang kami dapat, film ini akan diputar unuk umum di Jakarta pada 7 November, Bogor (13 November), Bekasi (14 Oktober), dan Cirebon (20 November). Info soal Metamorfoblus bisa dilihat di situs ini.